Aceh negeri syariat, tidak salah.
Aceh serambi Mekkah, juga tidak salah. Merujuk pada sepuluh–dua puluh tahun
yang lalu ya demikian, Aceh masih malu-malu pada dunia Barat, Aceh masih kental
dengan Islam, Aceh masih bersuara lantang menyerukan Syariat Islam, Aceh
antusias memperjuangkan penerapan syariat secara kaffah.
Lihat sekarang (bukan menabur
gincu di air jernih), tanyakan pada diri masing-masing; Apa syariat Islam masih
diperjuangkan secara mati-matian di negeri serambi Mekkah ini? Tanyakan lagi,
apa perilaku kita sehari-hari masih menyerukan pada penegakan syariat ? Saya
rasa jauh panggang dengan api. Semua kita sama, lalai dan acuh tak acuh pada
Islam sehingga kita lupa daratan, lupa siapa sebenarnya diri kita ini.
Lihat negeri kita hari ini, lihat
wajah Aceh hari ini, tidak siang-tidak malam seperti negeri sudah tidak
bertuan. Perilaku jahiliyah mulai dibangga-banggakan. Bukan saya mengada-ngada,
sesekali boleh berputar mengelilingi lorong-lorong kecil diperkotaan, saat
malam minggu (terutama) atau malam lainnya (berangkali ada) sungguh kalian akan
mengatakan ‘ini bukan Aceh Bung ‘. Ngeri, jijik, sampai mual-mual kita
melihatnya, biadab boleh jadi.
Atau lihat tingkah laku remaja sehari-hari, bebas, seperti tidak punya rumah, tidak punya panutan, tidak ada bimbingan. Dimana peran orang tua? Ya, orang tua patut disalahkan. Karena dasar pendidikan sejatinya adalah di rumah. Di rumah penempaan akidah, pembekalan iman, pemantapan etika. Segala-galanya berdasar dari rumah. Selepasnya baru peran umara dan pucuk pimpinan.
Jangan heran bila hampir tiap
hari bayi di buang, entah hidup atau mati karena hasil aborsi; bila banyak
wanita-wanita cantik-cilik yang mati bunuh diri karena tidak tahan dengan beban
nyata bahwa tubuh telah ternodai, atau bila banyak perempuan-perempuan yang
mati karena tembus belati sebagai bahan tutup mulut laki-laki jahannam yang
telah kerasukan iblis laknati, jangan heran, jangan heran. Ini-itu ulah kita
sendiri, hasil dari keyakinan yang semakin hari semakin kita jauhi.
Islam diturunkan untuk kedamaian, untuk keselamatan
makhluk di bumi. Menjauhi Islam sama saja seperti melaknat diri sendiri.
Renungkanlah, sejauh mana sudah perjalanan kita pada jalan yang mendiskreditkan
Islam, jika belum terlampau jauh atau sudah terlanjur jauh cepat kembali,
jangan tunda lagi.