"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Sumeru dari
akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".
Bung Karno,
Presiden Pertama Indonesia.
Sebuah momentum
perjuangan kembali kita lalui dipenghujung tahun yang morat-marit ini,
destinasi masa yang mengharuskan kita merefleksi lagi jerih payah pejuang yang
telah membesarkan nama bangsa di mata rakyat dunia.
Kita boleh sedikit
berbangga pada sejarah yang telah dicetak para pendahulu untuk anak cucunya,
dengan jarih payah yang teramat sangat, perjuangan tanpa henti, kucuran
keringat, darah, bahkan harta telah menyulap tanah ini menjadi sepetak lahan
yang diakui dunia akan kemakmurannya, kaya sumber dayanya, dan keramah-tamahan
penghuninya.
Ini tidak terlepas
dari peran pemuda masa lalu, pemuda yang tidak kenal lelah, pemuda yang selalu
mengepalkan tinju untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Mereka tidak memberi
sedikitpun celah untuk bangsa penjajah memporak-porandakan tanah ini. Pemuda
yang mengerti akan khazanah bangsa, pemuda yang penuh kegemilangan dalam
berpikir, pemuda-pemuda yang mampu memprediksi bagaimana proses kedepan yang
harus mereka lakukan.
Bahkan pada masa
masih bergerilya melawan penjajahan, para pemuda yang bersatu padu menyulam
cikal bakal sebuah negara ini, mereka serentak menisbatkan diri menjadi bagian
dari tanah air dalam satu wacana yang kemudian dinamai dengan Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928. Mereka mengirkarkan bertumpah darah satu,
berbangsa yang satu, berbahasa yang satu, atas nama Indonesia.
Pemuda-lah
pemegang kendali kuat, ini pula awal dari kebangkitan pemuda untuk sebuah
cita-cita besar mendirikan satu negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
Peranan penting yang dipegang pemuda untuk rintisan sebuah bangsa baru, peran
vital dalam sebuah pertempuran mulia.
Pun sesaat sebelum
Proklamasi Kemerdekaan di baca oleh Bung Karno, kepiawaian pemuda dalam
mengambil resiko untuk sebuah rencana berhasil dengan baik. Pemuda yang
darahnya masih mendidih, sering meletup-letup mengambil langkah berani kala
itu.
Mengenang lagi
peristiwa Rengasdengklok, dimana pemuda yang dengan pongah menculik Soekarno
dan Hatta untuk mendesak memproklamirkan kemerdekaan, ini tidak terlepas dari
rasa kekhawatiran pemuda jika tidak dengan segera Soekarno mengumumkan
kemerdekaan akan disangka merdeka ini pemberian Jepang. Padahal jelaslah
kemenangan yang diraih berkat kegigihan dalam berjuang. Bersamaan dengan waktu
itu pula Jepang telah menyerah tanpa syarat pada sekutu ketika dua kota
pusatnya telah digoncangkan oleh bom atom.
Karena desakan
dari pemuda, dan adanya titik terang setelah melalui malam penuh perundingan
dengan berbagai kalangan, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno resmi memproklamirkan
kemerdekaan Republik Indonesia di kediamannya jalan Pegangsaan Timur no.
56.
Jika kita berpikir
lebih lanjut, tanpa semangat pemuda dan dengan kepemudaannya saat itu
sepertinya negara ini belum ada wujudnya begini. Kita bersyukur atas kerja apik
pemuda, membangun negara, memersatu bangsa.
Regenerasi
berganti, pemuda lama telah tua, berganti dengan pemuda berikutnya. Seakan
belum habis generasi gemilang, pemuda pada masa orde baru pun tidak kalah
kepongahannya dalam menjaga keutuhan negara dan kestabilan ekonomi rakyat.
Dimana pada tahun 1997 oleh karena krisis ekonomi moneter yang turut melanda
negara kita, imbasnya rakyat menderita, pengangguran berlimpah, harga kebutuhan
pokok melambung, daya beli masyarakat menurun, bahkan hingga bulan januari 1998
rupiah menembus angka 17.000 (IDR).
Sungguh sangat
memprihatinkan, disamping itu pula kepercayaan masyarakat pada pemerintah
semakin menurun, pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang
melanda negri, dan paling heboh lagi Kabinet Pembangunan VII yang disusun
Soeharto ternyata diisi oleh kroni yang tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi
inilah yang melatarbelakangi pemuda-pemuda reformasi melakukan aksi. Mereka
menuntut Soeharto meletakkan jabatannya dengan menduduki gedung MPR/DPR, dan
akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 era baru lahir yang diberi nama dengan Era
Reformasi. Perjuangan yang dimotori oleh Amien Rais kala itu terlaksana dengan
bagus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Karena peran centralnya itu pula,
Amien Rais kemudian digelar dengan sebutan Bapak Reformasi.
Pemuda, lagi-lagi
pemuda. Sejarah telah mencatat pemuda telah memainkan perannya untuk
keberlangsungan hidup bangsa ini. Pemuda yang dengan semangat dan idealisme
telah mampu berbuat sesuatu yang bertujuan mulia dalam membangun bangsa dan
negara. Tidak ada yang mengingkari ini, meski kita tidak juga berpaling dari
peran golongan tua yang dapat menjalin hubungan baik dan harmonis dengan kaula
muda. Dari itu, dapat disimpulkan tokoh muda merupakan tokoh kunci yang
berperan dalam membangun negara yang berdaulat ini.
Bagaimana dengan
pemuda masa ini?
Bukan menjebak
diri sendiri, saya adalah satu dari sekian pemuda yang ditakdirkan untuk hidup
di zaman sontoloyo ini. Zaman yang terkesan ego, dan penghuninya-pun tak kalah
ego. Semua mementingkan diri sendiri, asal penuh isi perut sendiri. Orang lain?
Biar orang lain memikirkan dirinya sendiri.
Ini bukan sebuah
kicauan sambil lalu saja, boleh kita perhatikan disekitar kita. Semua sudah
pada hidup nafsi-nafsi. Pemerintah mabuk sendiri, rakyat kemudian gila dengan
sendirinya.
Pemuda? Kadang aku
meratapi kenapa ditakdirkan hidup dizaman ini. Zaman yang payah, zaman alay,
zamannya pemuda-pemuda cengeng yang merengek-rengek uang limpul untuk ngasih
makan pacar di sore sabtu menjelang minggu. Pemuda kita telah hilang talenta
besarnya, kita telah diperdaya oleh zaman egois, kita telah meninggalkan jauh
jejak-jejak pemuda pendahulu kita. Akan bagaimanakah kedepannya negara ini?
Pemuda yang
seyogyanya memegang peranan penting, telah terpengaruh oleh tipu daya serba
serbi kemajuan. Kemajuan teknologi yang seharusnya membawa manfaat baik bagi
perkembangan pengetahuan dan mental pemuda, justru menjerumuskan pemuda dalam
lembah nista serba kepraktisan. Pemuda masa ini telah lalai dengan segala
bentuk modernisasi dan westernisasi, mengikuti trend gaya hidup yang
berlebihan, bahkan terkesan diperbudak oleh perkembangan zaman.
Kita menyesalkan
kesengsaraan Orde baru, dan mengharap era reformasi memberi lebih. Namun yang
kita ingini hanya sebatas ingin dan hayal belaka, reformasi malah lebih
menyengsarakan.
Kita menyesalkan
praktik KKN dan kemalangan ekonomi yang menziarahi orde baru, era reformasi pun
tidak kalah gilanya. Apalagi beberapa tahun belakangan, korupsi menggurita
disaat jargon "berantas korupsi hingga ke akar-akarnya" begitu merdu
di-yel-yel-kan.
Apa yang salah
dengan bangsa ini, apa yang kurang pada pemuda zaman ini? Zaman dengan
intelektualitas yang begitu dibanggakan, tapi guru-guru besar yang dilahirkan
kampus-pun tidak tau harus berbuat apa, minim kerja, tidak ada karya besar yang
bisa dibanggakan. Atau hanya titel sandangan hasil manipulasi?
Keadaan buruk ini
harus kita pikirkan bersama, harus kita kaji lebih intens. Bagaimana mungkin
pemuda yang bermental dasar kuat, progresif dan revolusioner lebih memilih diam
seribu bahasa daripada melawan ketidakbenaran yang terjadi di depan mata?
Pemuda kita telah hilang ruh kepemudaannya, pemuda kita sudah ibarat seekor
keledai yang siap ditunggangi kemana saja asal perut terisi, materi
berkecukupan, atau lebih memilih tidur jika majikan tak berseliweran.
Pemuda, ketahuilah
bahwa kita-kita inilah yang akan meneruskan tongkat estafet bangsa, beban
bangsa kedepannya ada dipundak kita. Jika hari ini kita teledor, bagaimana
nasib bangsa kedepannya. Kita jangan lupa bahwa bangsa besar ini ada karena
kegigihan pemuda-pemuda sebelum kita. Masyarakat sangat membutuhkan tenaga dan
pemikiran kita untuk mengawasi kinerja Presiden, Gubernur, Bupati, dan pejabat
publik lainnya.
Bersamaan dengan
momentum sumpah pemuda ini mari kita bangkit, kembali berteriak lantang. Buat
perubahan kearah yang positif untuk mencapai cita-cita mulia bangsa. Jadikan
momentum ini sebagai renungan agar implikasi setiap tindakan kita nantinya
tepat sasaran. Jangan coreng generasi ini dengan narkoba dan obat-obatan
terlarang lainnya, tinggalkan semua yang berbalut maksiat, kembali pada jalan
suci sebagaimana Allah dan Rasul perintahkan. Kita belum terlambat, ayo
bulatkan tekad, benahi kembali mental kita, beri stimulus yang rasional, karena
kitalah pemegang kendali negeri ini, kitalah pejuang baru titisan pemuda masa
lalu untuk kejayaan bangsa di masa depan. Ayo !!!