Semua pihak seperti kebakaran
jenggot ketika mendapati kabar bahwa Abu Minimi unjuk diri dengan mengundang
awak media serta Pimpinan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Pihak-pihak yang
sepertinya kena teror makin gencar menyulut para penegak hukum untuk segera
mengendus dan menangkap Abu Minimi cs itu agar tidak semakin meresahkan. Mereka
seperti membela diri bahwa harga perdamaian Aceh lebih mahal, ketentraman
suasana lebih layak dikedepankan padahal sebenarnya mereka itu takut diusik
dari ruang yang menghasilkan uang milyaran perhari.
Tentu siapa saja bakal kecut
hatinya jika ditodong dengan senjata api. Tapi berpikirkah mereka sudah
sembilan tahun perdamaian Aceh, apakah rakyat Aceh sudah benar-benar merasakan
buah dari perdamaian itu sendiri? Saya sebagai rakyat biasa punya jawaban
tersendiri tentang rasa dari perdamaian yang mau beranjak satu dasawarsa itu,
mungkin jawaban saya tidak akan berbeda jauh dari rakyat-rakyat biasa lainnya
" kami belum merasakan apa-apa dari perdamaian, selain dari bebasnya bopor
senjata yang menghujam dada dan tengkuk kami"
Padahal setelah tsunami 2004 dan
disusul agenda perdamaian di tahun 2005 kucuran dana ke Aceh berlimpah-ruah.
Plus otonomi khusus yang dicanangkan, diamini oleh pemerintah pusat semakin
menyilaukan tanoeh indatu oleh fulus-fulus yang saban hari bertambah. Terus
saya atau anda atau kita semua bertanya "dikemanakan uang-uang itu?"
Saya tidak menafikan pembugaran gedung-gedung pemerintahan, jalan raya,
jembatan, atau lebih dari itu. Itu kita dapati jika kita bermukim di Banda Aceh
atau sekitarnya atau di wilayah yang dekat dengan jalan negara. Lain halnya
jika masuk ke wilayah pedalaman. Jangan dulu ke Aceh Timur tempat Abu Minimi
bermukim, coba kita melongok ke pedalaman Bireuen. Jalanan sudah bagaikan
kubang kerbau, keadaaan ekonomi masyarakat kian sulit, yang jaya hanyalah
segelintir orang yang dekat dengan pejabat atau orang besar yang dulu juga
berilya di hutan, lain dari itu bagai kelapa disambar halilintar hidup enggan
mati tak mau.
Din minimi yang juga mantan
kombatan bisa jadi merasakan seperti apa yang kami rakyat biasa rasakan. Tidak
ada jabatan seberti mantan kombatan lainnya, tidak ada proyek yang terbagi atau
untuk makan saja mereka harus merompak kesana-kemari. Karena itu tidak
mengherankan jika Din Minisi cs berbuat onar atau istilah mereka 'mengusik
perdamaian'. Saya juga tidak membenarkan tindak tanduk mereka seperti menodong,
merampok, atau menawan pembesar-pembesar proyek untuk mendapati segepok uang,
itu jelas perbuatan terlarang. Tapi apalah kuasa untuk masuk ke kantor gubernur
dan menodong senjata ke kepala Zaini-Muzakkir untuk mengais sisa-sisa sumpah
serapah kampanye, selain mengacaukan suasana yang memberi mereka banyak uang.
Inilah jalan termudah bagi Abu Minimi, saya menduga begitu. Kalian bagaimana?
Seperti diberitakan Serambi,
sekelompok orang bersenjata dikepalai oleh Nurdin bin Ismail
yang mengaku sebagai mantan kombatan GAM unjuk diri sambil mengungkap keterlibatan
mereka dalam serangkaian aksi kriminal di Aceh Timur. Mereka juga siap melawan
pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf
(Zikir), begitu pernyataan kelompok tersebut yang disampaikan secara khusus
kepada Serambi dan Metro TV, Kamis 9 Oktober 2014 dari lokasi persembunyian
mereka di kawasan Aceh Timur.
Pihak-pihak terkait sepertinya
sudah mulai melakukan pengejaran terhadap kelompok Abu Minimi yang dinilai
bersalahan dengan pokok dasar perdamaian. Saya kira polisi ataupun pihak
berwenang lainnya tidak perlu bersusah payah, toh Abu Minimi cs akan
menyerahkan diri seperti yang mereka katakan kemarin pada awak media dan tim
dari YARA. Saya hanya menyayangkan sikap segelintir pihak yang menyudutkan
kelompok Abu minimi dengan pelbagai tuduhan, yang nantinya bisa memantik
percikan api peperangan. Coba selami masalah semraut ini dengan tenang, kepala
dingin, jangan saling mementingkan diri sendiri. Para pejabat yang dulu mantan
kombatan juga mari menjembatani agar masalah ini cepat terselesaikan, jangan
saling menuduh pihak ini benar dan kelompok itu salah.
Karena sebenarnya asal muasal
segala masalah di Aceh ini khususnya, Indonesia umumnya adalah keadilan tidak
lagi ditegakkan; yang kaya kian gemilang, yang miskin terus papa dan sengsara.
Keadilanlah penyebab utama teror disana-sini, perampokan, pembunuhan dan
pelbagai kejahatan lainnya. Rakyat kita sudah bagai tikus kelaparan dan mati di
lumbung padi. Aceh sungguh punya potensi tapi rakyatnya saban hari masih
merasakan penderitaan.
Terus apa fungsi sesungguhnya
dari lembaga pemerintah? Patut dipertanyakan.