Cinta… Banyak yang
mengatas-namakan cinta, padahal hanya ego nafsu belaka. Kala banyak orang
menginginkan calon pendamping hidupnya berparas cantik, putih kulitnya, lesung
pipinya, ideal tubuhnya. Justru aku tidak demikian.
Aku mencintaimu karena hartamu,
iya… karena hartamu. Aku tidak menginginkan jelita wajahmu, aku juga tidak
peduli tentang ukuran tubuhmu, terpenting bagiku kamu sehat, sanggup beribadah,
sanggup memelihara apa yang menjadi tanggung jawabmu, itu saja.
Harta… Pasti kamu akan bertanya
“kenapa aku memilih harta?” Alasannya sederhana saja. Dengan harta akan
cenderung memberi bahagia. Bayangkan jika tanpa harta, bisakah setiap harinya
makan-minum berbahan baku cinta? Pergi ke pasar dan membeli banyak kebutuhan
dengan cinta, numpang angkot dan kasih ongkos cinta, masuk akal…? Bertentangan
dengan logika…? Salahkah jika aku demikian?
Aku tidak ingin setengah
perjalanan hidup bersama nanti, akan timbul ketidak-cocokan disebabkan oleh
hidup yang terus saja dalam kekurangan, aku tak ingin itu terjadi pada kita.
Karena prinsip aku, cinta itu hanya ada di roman-roman lama, di novel-novel
yang endingnya bahagia.
Ini kehidupan, kita yang jalani.
Kehidupan sebenarnya tidak semudah menciptakan karakter dalam roman-roman lama
itu. Ini realita, banyak masalah yang timbul-tenggelam, pasang-surut, yang
terjadi berurutan masa, yang mungkin tidak pernah ada dalam dugaan kita.
Makanya, aku tidak ingin mengumbarkan kebohongan atas nama cinta, yang seperti
kebanyakan kalangan muda lakukan.
Lihat, setelah puas nafsu yang
mengatasnamakan cinta, mereka pergi meninggalkan. Tanggung jawab hanya di bibir
saja tidak sampai ke hati. Sekali lagi, aku tidak ingin lepas tanggung jawab
terhadapmu, untuk bahagia kita hingga hari tua.
(Dear Sahabat terbaikku. Terima
kasih kawan, telah berbagi kisah hidup.)