Syahdan, adalah suatu ceritra tentang kenyataan sebuah
bangsa besar yang mendiami Negeri Seribu Mimpi yang oleh penjilat
penguasa merangkap pembohong, pengibul, hingga penikmat birahi
menyebutnya Negeri Indah Pertiwi.
Negeri ini tak ubahnya rumah mereka, ladang mereka, dengan
segala tipu dayanya membuat dan mengesahkan peraturan yang nantinya juga
untuk dilanggarkan.
Mari berkaca pada kejadian puluh tahun silam, ketika semua
penghuninya bergerilya melawan penjajahan, semua sepakat, semua
muwafakat sehingga BALADA berhasil ditumpaskan. Setelah kemudian
JEPAN-pun kesasar ke negri itu dengan niat memeras, menyiksa,
mengangkangi, hingga memeloroti kain yang membalut tubuh molek Negeri
Seribu Mimpi; dan tanpa diduga beku lidahnya, kelu telinganya karena
sekutu membombardir Hiroshima dan Nagasaki.
JEPAN pulang, bangsa kerdil licik itu kalah gertak dengan
sekutu. Dan "oh ternyata" sisa-sisa BALADA masih juga berkeliaran dengan
kemudian kembali membuat perlawanan perang.
Penguasa, lembaga-lembaga, hingga rakyat kecil kocar-kacir
mencari perlindungan kesana-kemari. "Maju Tak Gentar" begitu ocehan
Cornel Simajuntak yang kemudian oleh gerombolan penjilat memasukkan
ocehannya itu sesuatu yang nasionalis. Memang rakyat tak gentar, tapi
penjilat penguasa itu ikut kerut jidatnya dan gemetar kakinya mendapati
suasana yang kian mencekam.
Rakyat tak gentar itulah simbol perlawanan. Dan itulah sebuah pertahanan yang memang dimiliki bangsa Negeri Seribu Mimpi.
Para penguasa-penjilat bagai kancil dalam dongeng-dongeng
anak SD. Berkoar mengusir penjajah dan kemudian balik menjajah bangsanya
sendiri tanpa belas kasihan. Cerdik namun licik.
Sisa-sisa BALADA itu akhirnya terusir, malah lebih
malu-mereka melarikan diri. Untuk sesaat penguasa menang, rakyat Negeri
Seribu Mimpi senang
Setelah itu mulailah para penjilat memainkan peran,
menjalankan aksinya. Janji dengan rakyat tidak ditepati, kekuasaan
semena-mena, praktik kolusi-korupsi-nepotisme mulai terendus dan anehnya
bisa berjalan mulus.
Mungkin masih segar dalam ingatan, terutama para penghuni
Negeri Seribu Mimpi yang tinggal di ujung barat pulau SUMENTA, bagaimana
si kepala penjilat merengek-rengek pada Tgk. Daud yang pada saat
bersamaan menjabat sebagai petinggi daerah kecil namun kaya raya itu.
Mereka meminta untuk disumbangkan beberapa hasil kekayaan alam dengan
janji omong kosong selangit
Tipu muslihatnya itu berhasil. Realisasi dari hasil
kekayaan ujung SUMENTA berupa "Burung Besi" yang oleh penjilat itu
menyebutnya kenderaan nasional, padahal kenyataannya sebagai alat
pribadi dan pemuas nafsu gundik-gundiknya. Bukankah ini sebuah
kebohongan ?
Kebohongan demi kebohongan terus terjadi, hingga
pertumpahan darah sesama saudarapun tidak dapat terelakkan. Mulai dari
pemberontakan PKI, DI/TII, AM, GAM dan terakhir (belum berakhir) OPM.
Kenapa bisa terjadi? Semua akan menjawab " karena hak-haknya tidak
terpenuhi". Mereka menuntut hak. Hak yang dirampas oleh kebohongan para
penguasa, penjilat, atau iblis sekalipun yang berwujud manusia.
Negeri Seribu Mimpi memang telah lama merdeka, tapi penghuninya belum menikmati apa-apa dari nama besar merdeka itu.
Selepas "masa awal (diistilahkan)" kemudian "masa baru".
Penjilat di periode awal berhasil digulingkan. Penjilat baru mulai lisik
mengamati peluang. Dari militer, dengan tindakan militernya dia
memimpin dengan otoriter. Yang melanggar disikat, yang besar mulutnya
disumbal, yang kira-kira akan memberontak ditimah-panaskan. Begitulah
mereka memainkan akal.
Maka jangan heran jika bangsa yang katanya besar penghuni
Negeri Seribu Mimpi hingga hari ini masih kelabakan menentukan jalan
mana yang akan dilalui. Jalan kemiskinan terpaksa ditempuh, tidur di
kolong jembatan, memulung rongsokan hingga jadi gepeng jalanan.
Kejayaan "masa baru (diistilahkan)" habis, berakhir dengan
ganas. "Reformasi" bangkit, inipun tidak ubahnya bagai menyelamatkan
sapi yang nyemplung ke sumur tidak ada terima kasih. Pada era ini para
penjilat mulai lebih cerdik. Maklum orang-orang terdidik. Dengan akal
bulusnya mampu menipu, mengibuli, hingga menyodomi hak-hak rakyat yang
tiap hari butuh beras buat makan
Sekarang ini, di Negeri Seribu Mimpi itu para pinjilat
mulai dibergilirkan dengan sistem rotasi tiap 5 tahun sekali, dengan
kedok; penghuninya yang memegang peran. Padahal penghuninya tidak
tahu-menahu bahwa mereka diperalat dengan berbagai siasat. Alangkah
sayang, sungguh pil pahit, penghuni Negeri Seribu Mimpi masih saja
diguyuri dengan mimpi-mimpi manis di siang hari tanpa pernah tau kapan
akan menikmati buah-buah segar dari sang mimpi.
Bagaimana menurut anda?
Soalnya mas Anang sudah bilang "Yes". Mas Dhani gimana? "Yes" atau "No". Kalau saya sih ikut masa Anang aja, "Yes".
"Merdeka Hanya Ada Dalam Dongeng Belaka"
Ditulis Minggu pagi, saat matahari mulai menjulur lidahnya.
Bireuen 14 Sep '14